Mengenai Saya

Terus berusaha menjadi pribadi yang berkontribusi, Lillah..Fillah...Billah...

Kamis, 21 April 2011

Kebesaran dan ketulusan hati seorang ibu

Sebuah kisah lama yang patut dibaca dan direnungkan berkali- kali betapa baiknya ibunda kita, bagaimana besarnya pengorbanan ibunda kita dst’nya


Kejadian ini terjadi di sebuah kota kecil di Taiwan. Dan sempat dipublikasikan lewat media cetak dan electronic. Ada seorang pemuda bernama Cham (bukan nama sebenarnya). Dia anak yg cerdas, rajin dan cukup cool. Setidaknya itu pendapat para wanita yang mengenal dia. Baru beberapa tahun lulus dari kuliah dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, dia sudah dipromosikan ke posisi manager. Gajinya pun lumayan.Tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kantor.

Tipe orangnya yang humoris dan gaya hidupnya yang sederhana membuat banyak teman2 kantor senang bergaul dengan dia, terutama dari kalangan wanita-wanita yang berstatus single. Bahkan putri owner perusahaan tempat ia bekerja juga menaruh perhatian khusus pada Cham. Di rumahnya ada seorang wanita tua yang tampangnya seram sekali. Sebagian kepalanya botak dan kulit kepala terlihat seperti borok yang baru mengering. Rambutnya hanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Tergerai seadanya sebatas pundak. Mukanya juga cacat seperti luka bakar. Wanita tua ini benar-benar seperti monster yang menakutkan. Ia jarang keluar rumah bahkan jarang keluar dari kamarnya
kalau tidak ada keperluan penting. Wanita tua ini tidak lain adalah Ibu kandung Cham. Walau demikian, sang Ibu selalu setia melakukan pekerjaan rutin layaknya ibu rumah tangga lain yang sehat. Membereskan rumah, pekerjaan dapur,
cuci-mencuci (pakai mesin cuci) dan lain-lain. Juga selalu memberikan perhatian yang besar kepada anak satu-satunya Cham.

Namun Cham adalah seorang pemuda normal layaknya anak muda lain. Kondisi Ibunya yang cacat menyeramkan itu membuatnya cukup sulit untuk mengakuinya. Setiap kali ada teman atau kolega business yang bertanya siapa wanita cacat dirumahnya, Cham selalu menjawab wanita itu adalah pembantu yang ikut Ibunya dulu sebelum meninggal. “Dia tidak punya saudara, jadi saya tampung, kasihan.” jawab Cham. Hal ini sempat terdengar dan diketahui oleh
sang Ibu. Tentu saja ibunya sedih sekali. Tetapi ia tetap diam dan menelan ludah pahit dalam hidupnya.

Ia semakin jarang keluar dari kamarnya, takut anaknya sulit untuk menjelaskan pertanyaan mengenai dirinya.
Hari demi hari kemurungan sang Ibu kian parah. Suatu hari ia jatuh sakit cukup parah. Tidak kuat bangun dari ranjang. Cham mulai kerepotan mengurusi rumah, menyapu, mengepel, cuci pakaian, menyiapkan segala keperluan sehari-hari yang biasanya di kerjakan oleh Ibunya. Ditambah harus menyiapkan obat-obatan buat sang Ibu sebelum dan setelah pulang kerja (di Taiwan sulit sekali cari pembantu, kalaupun ada mahal sekali). Hal ini membuat Cham jadi BT (bad temper) dan uring-uringan di rumah.


Pada saat ia mencari sesuatu dan mengacak-acak lemari ibunya, Cham melihat sebuah box kecil. Di dalam box hanya ada sebuah foto dan potongan koran usang. Bukan berisi perhiasan seperti dugaan A be. Foto berukuran postcard itu tampak seorang wanita cantik. Potongan koran usang memberitakan tentang seorang wanita berjiwa pahlawan yang telah menyelamatkan anaknya dari musibah kebakaran. Dengan memeluk erat anaknya dalam dekapan, menutup dirinya dengan sprei kasur basah menerobos api yang sudah mengepung rumah. Sang wanita menderita luka bakar cukup serius sedang anak dalam dekapannya tidak terluka sedikitpun. Walau sudah usang, Cham cukup dewasa untuk mengetahui siapa wanita cantik di dalam foto dan siapa wanita pahlawan yang dimaksud dalam potongan koran itu. Dia adalah Ibu kandung Cham. Wanita yang sekarang terbaring sakit tak berdaya.


Spontan air mata Cham menetes keluar tanpa bisa dibendung. Dengan menggenggam foto dan koran usang tersebut, Cham langsung bersujud disamping ranjang sang Ibu yang terbaring. Sambil menahan tangis ia meminta maaf dan memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini. Sang ibupun ikut menangis, terharu dengan ketulusan hati anaknya. “Yang sudah-sudah nak, Ibu sudah maafkan. Jangan di ungkit lagi”. Setelah sembuh, Cham bahkan berani membawa Ibunya belanja ke supermarket.

Walau menjadi pusat perhatian banyak orang, Cham tetap acuh tak acuh. Kemudian peristiwa ini menarik perhatian kuli tinta (wartawan). Dan membawa kisah ini ke dalam media cetak dan elektron

diambil dari : http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150150038314316

Tidak ada komentar:

Posting Komentar